Sejarah Singkat Distrik Navigasi
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa 2/3 % tanah air Indonesia adalah lautan
yang terdiri dari pulau-pulau. Karena itulah Indonesia disebut juga sebagai
negara maritim, maka nenek moyang bangsa Indonesia adalah seorang pelaut. Mereka
berlayar dari pulau ke pulau, hingga suatu saat perahu mereka mengalami
kecelakaan dan gangguan. Mereka terdampar di suatu pulau yang tidak ada
penghuninya. Timbullah ide mereka untuk meminta pertolongan dengan cara
menyalakan api agar pelaut-pelaut lain segera menolong. Sejak kejadian itu
mereka selalu membuat peraturan yang mana peraturan itu harus dipatuhi oleh
setiap pelaut.
Setelah Indonesia
merdeka terbentuklah “komando jenis perahu” yang berakhir sampai tahun 1970.
Sesudah tahun 1970 diganti menjadi “Distrik Navigasi” Distrik Navigasi itu
adalah suatu wadah yang mengelola sarana-sarana yang membantu terlaksananya
atau tercapainya keselamatan dalam melaksanakan penghubungan dari suatu tempat
ke tempat lain hingga selamat sampai di tempat tujuan.
Sarana-sarana
yang membantu tercapainya keselamatan dalam melaksanakan hubungan dari satu
tempat ke tempat lain atau dari pulau ke pulau adalah :
1.
Menara Suar, bahwa menara suar itu harus dijaga setiap
saat, yang berfungsi untuk memberi kode atau simbol kepada semua pelaut dan
harus dihidupkan selalu agar tidak terjadi kecelakaan dalam pelayaran.
2. Rambu Suar, bahwa rambu suar ini tidak perlu dijaga
setiap saat, sedangkan fungsinya adalah sama dengan fungsi menara suar.
3. Pelampung Suar, bahwa pelampung suar ini berfungsi untuk
menunjukkan arah pelayaran bagi semua pelaut.
Dalam melaksankan fungsinya sebagai
penunjuk arah pelayaran bagi semua pelaut maka pelampung suar terdiri atas
beberapa sistem yaitu :
a. Sistem pelampungan A, sistem ini
adalah sistem gabungan dari cardinal dan
lateral, sistem inilah yang dipakai di Indonesia.
b. Sistem pelampungan B, sistem ini
adalah sistem gabungan dari lateral dan cardinal,sistem ini kebanyakan dipakai
di negara-negara Eropa.
Sejarah tentang Sarana Bantu Navigasi
Pelayaran menurut catatan yang tercatat resmi di Eropa / Laut Tengah
(Mediterania) yakni :
a. Zaman Yunani Kuno
Sejak adanya pelayaran menyeberang
laut dan menyusur pantai, dalam rangka melakukan kegiatan niaga dan peperangan
sejak itu pula dirasakan perlu adanya tanda-tanda bagi para navigator pembawa
kapal kapal guna penentuan posisinya dan mengetahui tepat arah ke suatu tempat
yang ditujunya, disamping mengetahui
posisi bahaya-bahaya di bawah permukaan laut yang dapat mengakibatkan
malapetaka bagi kapalnya.
Mula sekali tanda-tanda visual
tersebut merupakan api yang dinyalakan di atas bukit-bukit yang tinggi. Pada
malam hari patokan titik tempat dimaksud adalah nyala api, sedang pada siang
hari asap yang mengepul. Hal demikian tercatat dalam buku-buku klasik Yunani
Kuno “Illad dan Odyssey”. Hingga kini belum dapat dilacak dari
tulisan-tulisan Cina dan Jepang Kuno tentang pedoman bagi pelaut untuk mengatur
pelayarannya, yang saat itu telah berkembang dengan baik (Direktorat
Kenavigasian, 2003 : 1)
b. Zaman Romawi
Pada umumnya menara suar Romawi
merupakan menara yang cukup besar dan tinggi semuanya terbuat dari susunan batu
yang tahan cuaca dan dapat berusia sangat panjang. Hingga kini masih ada menara
suar peninggalan Romawi yang masih cukup baik bangunannya dan masin
operasional, yakni di La Coruna, di ujung barat laut Spanyol, dengan tinggi
56,8 meter (185 feet) api dinyalakan dalam beberapa tungku dipuncaknya pada
Zaman Romawi.
Kemudian menara ini telah mengalami
renovasi sepintas lalu di tahun-tahun 1682 dan 1791, namun ini bangunan Romawi
asli tetap terpelihara. Kini sumber cahayanya terdiri dari suatu perangkat
optic yang berputar dengan diameter 3,2 meter yang menyala dan bergerak dengan
listrik (Direktorat Kenavigasian, 2003 : 4)
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus